OPEN MENU : ANTARA PELUANG DAN TANTANGAN


Dalam setiap diskusi mengenai pengaturan BLM selalu menjadi bahan perdebatan yang sengit. Pola 70,20,10; artinya BLM untuk infrastruktur 70%, untuk Sosial 20% dan 10% untuk ekonomi perguliran. Pola ini tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dilihat dari segi pembangunan pedesaan yang notabene masih banyak membutuhkan bangunan fisik yang banyak seperti pengerasan jalan dengan paving, pembuatan saluran limbah rumah tangga dan lain – lain akan terasa manfaatnya. Di daerah perkotaan yang sejatinya tidak terlalu membutuhkan pembangunan infrastruktur akan menjadi dilema, dijalankan, - apa yang akan dibuat lagi, kalau tidak dijalankan akan menyalahi komitmen antara pemberi BLM dan pelaku pemberdaya di lapangan.

Masalah close menu (baca: 70,20,10) ini menjadi diskusi yang sangat panas antara kami (waktu itu baru bergabung dalam bkm) dengan faskel dan askorkot. Dalam Pelatihan Motivator BKM (waktu itu : Tim 15 sekarang tim 13) yang diadakan di Desa Tangkil Tengah Kedungwuni, yang meliputi BKM Brojomukti (desa Salakbrojo), BKM Citra (desa Kedungpatangewu), BKM Shintta Mandiri (desa Tangkil Tengah), BKM Tunas Karya Mandiri (desa Tangkil Kulon), BKM Cipta Usaha (desa Bugangan) dan BKM Mbangun Deso (desa Rengas) karena pengaturan close menu berarti mengebiri hasil ps yang telah kami lakukan. Kebutuhan pemberdayaan di tiap – tiap desa dalam bidang infrastruktur, ekonomi perguliran dan sosial pemberdayaan tentunya akan sangat berbeda sesuai dengan hasil pemetaan swadaya (ps).

Dalam diskusi itu (kalau tidak salah) jawaban askorkot adalah bahwa pola close menu adalah komitmen antara KMW/KMP dengan pihak – pihak yang bekerjasama yang dituangkan dalam surat keputusan bersama. Ketika kami tanyakan tentang apakah aturan tersebut merupakan aturan dari pusat atau dari Bank Dunia sebagai pemberi hutang? Kami belum menemukan jawabannya (ketika itu) karena waktu sudah terlalu malam dan tidak mungkin untuk melanjutkan diskusi.

Pertanyaan tersebut sempat terbawa dalam pikiran (lama banget), hingga saya mencoba mencari jawabannya di portal pemberdayaan. (waktu itu di http://www.p2kp.org kolom mimbar bebas) disitu saya menemukan jawaban bahwa sebenarnya tidak ada aturan 70,20,10 (close menu) kalau tidak salah ini disampaikan oleh pelaku pemberdaya dari daerah Surabaya. (saya lupa namanya) Hingga dalam pelatihan Unit Pengelola Sosial dan Unit Pengelola Keuangan (UPS dan UPK) di Desa Tangkil Kulon, saya sempat menyanyakan kepada Pak Sutiknyo (korkab Pekalongan) mengenai pola close menu, dan akhirnya saya menemukan jawaban yang melegakan.

Kita Sambut Tahun Depan (perguliran tahun berikut) dengan OPEN MENU dengan catatan untuk alokasi kegiatan ekonomi perguliran tidak lebih dari 30%. Exactly .... berarti pelaku pemberdayaan dapat melaksanakan program – program pemberdayaan sesuai dengan hasil PS masing – masing desa. (sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa masing - masing)

Kegiatan pemberdayaan di pedesaan tidak semata – mata mengutamakan dari satu sisi saja, yakni segi fisik saja dan mengesampingkan dua sisi lainya yaitu sosial pemberdayaan dan ekonomi perguliran. Sehingga tridaya bisa dijalankan secara bersamaan dan saling melengkapi.

Pemberdayaan masyarakat sebagai proses belajar bagi warga desa dalam bidang infrastruktur seperti merencanakan, melaksanakan, dan memelihara pembangunan fisik, akan terlihat bagus manakala muncul kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam bentuk sumbang pemikiran, tenaga bahkan swadaya materi (uang ataupun material)  sehingga mereka benar – benar memiliki apa yang telah mereka bangun bersama. Kegiatan ini mempunyai multipler effek : Secara finansial (ekonomi) mampu meningkatkan daya konsumsi masyarakat pedesaan, manakala menggunakan tenaga kerja lokal, sehingga mereka mendapatkan tambahan penghasilan. Secara sosial pemberdayaan akan menumbuhkan nilai nilai kegotong-royongan dan kebersamaan.

Pemberdayaan masyarakat dalam bidang sosial pemberdayaan seharusnya menjadi titik tumpu, karena disinilah sebenarnya akar dari kemiskinan itu muncul, yakni miskin karena - penghasilan kurang atau pengangguran karena - kurang ketrampilan.
Pada dasarnya setiap desa mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang jika dikembangkan akan menjadi penggerak ekonomi desa tersebut. Ketika mereka menganggur dan sulit mendapatkan pekerjaan karena pekerjaan bergantung pada musim, maka perlu dicari inovasi dan terobosan baru bagi mereka, seperti pelatihan – pelatihan ketrampilan dan mengembangkan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Sehingga apabila program ini dijalankan, diharapkan masyarakat mempunyai ketrampilan lain dan tumbuh pengusaha – pengusaha baru sesuai dengan sdm dan sda yang ada di lingkungan masyarakat tersebut.

Kegiatan ini tentu saja perlu pendampingan yang bukan saja hanya transfer  ketrampilan saja, tetapi lebih pada pendampingan lainnya seperti motivasi, manajerial, dan marketing. Tanpa adanya motivasi yang kuat kegiatan ini akan ditinggalkan peserta, begitu pula dalam bidang manajerial; ketika peserta pelatihan ketrampilan telah lulus dan akan menjalankan usahanya, perlu adanya pendampingan bahkan pelatihan mengenai manajemen wirausaha (khususnya usaha kecil) yang baik, baik dari segi administrasi pembukuan dan lain sebagainya bahkan mereka juga memerlukan dampingan dalam hal marketing. Ketika sdm sudah terlatih dan produk sudah ada, masalah yang muncul adalah bagaimana mereka memasarkannya? Hal ini juga sangat penting sehingga pola pendampingan kepada masyarakat tidak hanya pada hulu tetapi harus sampai pada hilir.

Sumber daya manusia merupakan modal yang sangat penting dalam melakukan pembangunan. Keterkaitan masalah ini dengan pemberdayaan masyarakat sangat besar. Dampak pemberdayaan masyarakat adalah  kemandirian masyarakat dalam mengatasi permasalahan mereka melalui prakarsa dan kreatifitas untuk meningkatkan kualitas hidup. Tentunya membutuhkan masyarakat yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk keluar dari permasalahan mereka.

Banyak ekonom yang memandang penting investasi sumber daya manusia. Adanya perubahan paradigma bahwa dalam pertumbuhan ekonomi tidak hanya mementingkan akumulasi modal fisik melainkan juga pembentukan modal manusia. Studi Schultz, Harbison, Dension, Kendrick, Moses Abromovits, Becker, Kuznets (Jhingan,1988)  menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang menyebabkan pertumbuhan cepat perekonomian Amerika adalah pembiayaan pendidikan (pendidikan bukan hanya sekolah saja, pemberian ketrampilan juga berarti pendidikan : penulis) yang secara relatif selalu meningkat. Telaah mengenai peningkatan kapasitas sumber daya manusia ini adalah masyarakat pedesaan dan institusi kelembagaan sebagai wadah mereka berorganisasi.

Menjadi   pertimbangan bagi perencana pembangunan, ketika menghadapi persoalan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia masyarakat pedesaan yang rata-rata pendidikan formalnya terbatas. Bahkan di beberapa desa terpencil masih ditemukan mereka yang buta huruf. Tentunya perlu dipilih metode dan media pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Para pelaku pemberdaya di tingkat masyarakat yang selanjutnya sering disebut dengan fasilitator, mengembangkan metode pelatihan bagi orang dewasa untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat pedesaan. Kunci dari metode pendidikan bagi orang dewasa adalah proses penyadaran melauli penumbuhan kepercayaan diri (motivasi), menumbuhkan rasa membutuhkan pada diri masyarakat untuk memperbaiki kualitas hidup.  

Rancangan program pelatihan yang disediakan oleh poyek kadang-kadang ditemukan tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok belajar. Seringkali masyarakat membutuhkan ketrampilan teknologi tepat guna yang sesuai dan mudah untuk mengelola sumber daya lokal yang ada. Sedangkan teknologi yang diberikan sulit dipahami penggunaan dan perawatannya. Kegitan penjajakan kebutuhan pelatihan perlu dilakukan sebelum pelaksanaan pelatihan. Beberapa studi yang dilakukan menunjukkan bahwa pelatihan yang didahului dengan studi penjajakan kebutuhan lebih efektif dan efisien dari pada tidak dilakukan studi penjajakan.  

Pemberdayaan dalam bidang ekonomi perguliran sangat menunjang pada kegiatan sosial pemberdayaan, manakala sdm yang sudah terampil dan mempunyai usaha baru ataupun masyarakat usaha kecil membutuhkan tambahan modal.
Walaupun dalam hal ini sering dijadikan momok bagi bkm ketika dituntut tingkat pengembalian (RR) yang tinggi (harus diatas 80%).Tetapi hal ini bisa disikapi dengan mengadopsi pola pemberdayaan yang dilakukan oleh Bapak M. Yunus dalam menjalankan Grameen Bank. Disamping itu pula bisa disikapi dengan penguatan lembaga, baik unsur bkm itu sendiri (bkm, up- up) dan lembaga desa.

Temuan penting pada program perkreditan bagi masyarakat dengan Pola Grameen Bank dan Association for Social Advance (ASA), nasabah perempuan lebih besar tingkat pengembaliannya dari pada laki-laki. Tingkat pengembalian kredit pada perempuan hampir 98% bahkan sampai 99%. Kecenderungan ini disebabkan karena karakteristik perempuan lebih hati-hati dalam pengeloaan uang kredit dan sikap malu apabila terlambat mengembalikan pinjaman.

Peran organisasi kelembagaan di tingkat desa sangat  penting sebagai wadah belajar bersama. Memang banyak organisasi kelembagaan di tingkat desa baik formal maupun non formal. Kelembagaan formal seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Dasa Wisma, PKK, seringkali hanya papan nama dan belum berfungsi secara optimal. Beberapa studi menunjukkan bahwa kegiatan rutin yang dilakukan sebatas ketersediaan dana atau proyek. Ketika dana sudah habis biasanya kegiatan juga berakhir. Menyikapi kondisi tersebut, diperlukan local leaders atau champion di tingkat masyarakat sebagai motivator yang selalu menggerakkan kegiatan di tingkat masyarakat. Para kader inilah yang perlu mendapatkan pelatihan lebih,  karena fungsinya seringkali berkembang menjadi problem solving bagi anggota lainnya.

Terakhir itu semua, bahwa apapun polanya (open ataupun close menu) diperlukan sebuah media sosialisasi kepada masyarakat untuk menyuarakan ataupun untuk menginformasikan apa – apa yang telah direncanakan, apa yang akan dijalankan dan evaluasi berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan. Ini semua sebagai check and balance masyarakat terhadap kegiatan PNPM-MP.




 
Make a Free Website with Yola.